![]() |
Kapolresta Sidoarjo memberikan keterangan pers rilis |
Sidoarjo (Lampukuning.com) - Satuan Tugas (Satgas) Penegakan Hukum (Gakkum) Penyalahgunaan BBM subsidi Polresta Sidoarjo menangkap tiga pelaku penimbunan BBM bersubsidi jenis solar. Tiga tersangka ditangkap di dua SPBU berbeda di wilayah Kota Sidoarjo.
Tersangka pertama M Sukandar,50, warga Kecamatan Panggungrejo, Kabupaten Pasuruan. Sukandar ditangkap petugas di SPBU kawasan Aloha Kecamatan Gedangan pada 3 Oktober lalu. Dia saat itu menyupiri truk fuso warna merah nopol L 8153 US yang mengangkut empat tandon isi solar. Masing-masing bdua tandon masing-masing berisi 5.200 liter dan dua tandon berisi 8.000 liter.
“Tersangka mengaku orang suruhan dan baru pertama kali ini melakukan aksinya,” kata Kapolresta Sidoarjo Kombes Kusumo Wahyu Bintoro, Kamis (20/10).
Menurut Kusumo, tersangka tidak membawa surat izin pengangkutan BBM bersubsidi. Agar aksinya tidak mudah terbongkar, tersangka mengakali dengan cara mengisi solar di beberapa SPBU.
Saat mengisi BBM di SPBU, tersangka kemudian memompa agar bisa langsung naik ke tandon yang disiapkan. Tersangka lalu menyimpan truk tersebut di sebuah gudang di Kecamatan Panggungrejo Kota Pasuruan.
Sedangkan dari kasus kedua, polisi menangkap SEP,45, warga Kelurahan Wonosari Lor Baru, Kecamatan Semampir, Kota Surabaya dan EJS,38, warga Putat Jaya Kecamatan Sawahan Kota Surabaya. Dua tersangka masing-masing berperan sebagai sopir dan kernet.
Mereka memodifikasi Toyota Hiace warna silver nopol L 7719 AA untuk menyimpan tandon. Keduanya ditangkap polisi pada 7 Oktober 2022 sekitar pukul 23.00 WIB di Jalan Raya Balongbendo, Kecamatan Balongbendo, Sidoarjo. Saat diamankan, di dalam tandon itu berisi BBM jenis solar subsidi sebanyak 600 liter.
“Seperti modus sebelumnya, mereka mengisi solar di beberapa SPBU. Mereka juga melengkapi mobil niaga tersebut dengan pompa agar saat mengisi BBM, solar bisa naik ke tandon penyimpanan,” kata Kusumo.
Para penimbun BBM subsidi tersebut kemudian menjual kembali ke pihak lain seharga harga Rp8.500. Untuk setiap penyetoran 1.000 liter, si sopir mendapat upah Rp300 ribu, sementara kernet Rp150 ribu. Saat ini polisi sedang mengembangkan kasus ini untuk mengungkap pemilik usaha ilegal ini.
“Ketiga tersangka dijerat pasal 40 angka 99 UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja sebagai perubahan pasal 55 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi Junto pasal 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp60 juta,” tegas Kusumo.(Lk9/Lk3)