![]() |
Lebih dari 200 perusahaan yang gulung tikar |
SIDOARJO (Lampukuning.com) - Sebanyak 208 perusahaan di Kabupaten Sidoarjo gulung tikar atau meminta penetapan pailit, karena antara profit dan biaya produksi sudah tidak sebanding lagi. Melonjaknya biaya produksi di antaranya akibat dampak naiknya Upah Minimum Kabupaten (UMK).
Lebih dari 200 perusahaan yang gulung tikar alias bangkrut tersebut, bergerak dalam berbagai produksi, di antaranya pabrik sepatu dan kayu. Tingginya biaya produksi di Kabupaten Sidoarjo, salah satunya akibat UMK naik 3,4 persen atau sekitar Rp150 ribu. UMK Sidoarjo sudah ditetapkan naik menjadi Rp4.518.581 per bulan.
"Kalau masalah-masalah industrial insyaallah tidak. Namun karena masalah internal perusahaan yang tidak bisa menyeimbangkan biaya produksi dengan profit," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sidoarjo Ainun Amalia, Senin (2/1).
Banyaknya perusahaan gulung tikar, kata Ainun, dikhawatirkan juga menambah angka pengangguran di Sidoarjo. Padahal tahun 2022 lalu, angka pengangguran terbuka di Sidoarjo tertinggi di Jawa Timur, yaitu sebesar 8,8 poin. Jumlah pekerja di Sidoarjo sendiri 1,22 juta orangorang dengan angka pengangguran 118 ribu orang.
Lapangan kerja yang banyak menyerap tenaga kerja di Sidoarjo, adalah yang bersifat bidang jasa. Kemudian diikuti bidang manufaktur atau pabrik, dan bidang pertanian.
Dampak kenaikan UMK di Sidoarjo juga memaksa banyak perusahaan terpaksa mengurangi jumlah tenaga kerja. Hal ini dilakukan agar perusahaan tetap bisa eksis, di tengah terus melonjaknya biaya produksi.
"Terkait mengatasi pengangguran sebenarnya tidak dibebankan pemerintah saja, juga bisa dari pihak swasta dan masyarakat itu sendiri, dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat wirausaha mandiri," kata Ainun.(Lk3)