![]() |
Mantan Kepala Desa Sekapuk, Abdul Halim, digelandang polisi. (Foto : istimewa) |
Gresik – Mantan Kepala Desa Sekapuk, Abdul Halim, yang sempat dikenal dengan gaya kepemimpinannya yang nyentrik, kini mendekam di balik jeruji besi. Penangkapannya pada Jumat (29/11/2024) menambah babak baru dalam kontroversi yang menyelimuti masa pemerintahannya. Warga yang sebelumnya memprotes kepemimpinannya bahkan merobohkan patung besar dirinya, kini merasa lega dengan langkah tegas dari kepolisian.
Kasatreskrim Polres Gresik, AKP Aldhino Prima Wirdhan, mengungkapkan bahwa Abdul Halim diduga kuat melakukan penggelapan aset desa. “Kasus ini bermula saat serah terima jabatan kepala desa pada 22 Desember 2023,” kata Aldhino.
Dalam acara serah terima jabatan tersebut, Abdul Halim hanya menyerahkan beberapa kunci kendaraan dan brankas kepada Pj Kepala Desa Sekapuk. Namun, dokumen penting seperti tiga BPKB mobil (Alphard, Mazda, Grand Livina) dan sembilan sertifikat aset desa tidak ikut diserahkan.
“Pada 15 Maret 2024, sekretaris desa Mundhor bersama Zainul Kohar selaku Kasi Pelayanan mencoba meminta dokumen tersebut secara langsung. Namun, Abdul Halim bersikeras menolak dengan alasan ada aset pribadinya yang ikut diagunkan di bank,” tambah Aldhino.
Ironisnya, meski pada 6 Juni 2024 Abdul Halim menunjukkan dokumen yang dimaksud di Balai Desa, ia kembali membawa pulang barang tersebut tanpa menyerahkannya secara resmi.
Dugaan penggelapan semakin kuat, dan Abdul Halim kini dijerat Pasal 372 KUHP tentang penggelapan, yang membawa ancaman pidana hingga empat tahun penjara.
“Penanganan kasus ini kami lakukan secara profesional. Barang bukti dan keterangan saksi menjadi dasar kuat untuk proses hukum lebih lanjut,” ujar AKP Aldhino.
Abdul Halim sebelumnya dielu-elukan karena membangun destinasi wisata di Desa Sekapuk yang diklaim mampu mendongkrak Pendapatan Asli Desa (PADes). Namun, protes warga beberapa pekan lalu menguak fakta bahwa keberhasilan itu dianggap tidak sesuai dengan kenyataan.
Patung besar yang menggambarkan dirinya sebagai simbol kesuksesan telah dirobohkan oleh warga yang merasa kecewa. Destinasi wisata yang pernah dibanggakan pun ternyata menyisakan masalah keuangan yang kompleks.
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi para pemimpin desa untuk mengelola aset dan keuangan dengan transparansi dan integritas. Apa yang terjadi di Sekapuk menunjukkan bahwa klaim kesuksesan tidak berarti jika tidak disertai dengan kepercayaan dan kesejahteraan masyarakat.
Kini, nasib Abdul Halim akan ditentukan oleh proses hukum yang tengah berlangsung, sementara Desa Sekapuk mencoba bangkit dari polemik yang ditinggalkannya.