![]() |
Semburan lumpur lapindo |
Sidoarjo (Lampukuning.com) - Semburan lumpur genap berusia 16 tahun, semburan itu muncul pada Senin (29/5/2006) di Kelurahan Siring Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo. Namun semburan tersebut hingga saat ini belum ada tanda-tanda untuk berhenti.
Di atas tanggul penahan lumpur di titik 21 yang berada di Kelurahan Siring Kecamatan Porong. Semburan lumpur itu masih tampak asap hitam pekat membumbung tinggi, sementara itu di pon lumpur, hanya terlihat seperti kolam air yang luas.
Luapan lumpur tersebut telah menelan belasan desa/kelurahan, dan puluhan hektare, tanah, sawah, perumahan, perusahan, serta jalan desa di tiga kecamatan yakni Kecamatan Porong, Tanggulangin, dan Jabon.
Akibat dari semburan lumpur Sidoarjo ini ribuan rumah, dan puluhan perusahaan milik warga tenggelam oleh lumpur tersebut. Mereka sudah mendapatkan ganti rugi, baik itu dari Lapindo dan dari Pemerintah. Namun masih menyisakan banyak kesedihan dan masalah seperti warga yang belum mendapatkan ganti rugi.
Selain itu, semburan lumpur mengakibatkan desa/kelurahan diluar peta terdampak mengeluarkan gelembung-gelembung yang mengeluarkan gas metana. Bahkan pada hari Selasa (7/9/2010) sekitar pukul 22.30 WIB. Ada tiga rumah milik warga di RT 3, RW 2 terbakar. Akibat kebakaran itu ada dua warga RT 3 menjadi korban kebakaran.
"Peristiwa semburan lumpur itu menjadi pengalaman yang menyakitkan dan menyedihkan bagi keluarga kami. Meski kami sudah mendapatkan ganti rugi namun saya dan anak saya mengalami luka bakar yang sangat serius akibat semburan itu," kata Purwaningsih (64) saat ditemui di rumahnya, Senin (30/5/2022)
Purwaningsih menceritakan, bahwa di wilayah Kelurahan Siring barat yang terdiri dari empat RT yakni RT 1, 2, 3, dan RT 12 banyak bermunculan gelembung-gelembung gas metana. Kemudian oleh BPLS gas tersebut dimanfaatkan dijadikan layaknya kompor gas.
"Saat kami sudah tidak melakukan aktivitas apapun tiba-tiba muncul api besar dari rumah tetangga. Bahkan api itu membakar saya dan anak saya," jelas Purwaningsih.
Purwaningsih menambahkan, penderitaan luka bakar itu membuat dirinya selama enam tahun hanya tergolek di tempat tidur, dia mengaku mendapatkan ganti rugi cukup lumayan banyak sekitar Rp 1,5 miliar. Namun uang tersebut telah habis untuk berobat ke rumah sakit di Surabaya.
"Luka bakar saya mencapai 78 persen, sementara itu anak saya Deby (35) sekitar 47 persen. Alhamdulillah kami masih hidup meski mengalami luka bakar yang sangat parah. Sampai saat ini luka bakar masih ada yang belum sembuh, yang terletak di pergelangan kaki kanan," tandas Purwaningsih.
Sementara itu korban lumpur yang lain Joni (51) pemilik PT Osaka yang dulu terletak di Desa Kedungbendo Kecamatan Tanggulangin, memgaku, merasa sangat sedih karena sudah 16 tahun ganti ruginya belum terbayar.
"Awalnya semburan lumpur itu di tangani oleh Timnas dengan ketuanya Basuki Hadimuljono. Dari beliau itulah bahwa untuk menyelamatkan rel kereta api dan Jalan Raya Porong lama. Didepan perusahaan kami harus dibuatkan tanggul penahanan lumpur," kata Joni.
Joni menjelaskan, bahkan dirinya sempat meminjami tanah dan sertu untuk membuat tanggul penahan lumpur. Setelah berdirinya tanggul penahan lumpur, otomatis perusahaannya terendam oleh lumpur.
"Total tanah dan bangunan milik kami sekitar tujuh hektar, dengan nilai ganti ruginya sekitar Rp 80 milliar. Namun sampaikan saat ini sudah 16 tahun, ganti rugi yang kami tunggu-tunggu belum ada kejelasan," jelas Joni.
Para pengusaha korban lumpur ini tergabung dalam GPKLL ini ada sekitar 31 berkas dengan total ganti rugi sekitar 800 milliar. Selain itu pihak MK juga sudah mengeluarkan putusan no 83 tahun 2013 dan nomor 65 tahun 2015, menyatakan tidak ada perbedaan antara ganti rugi untuk pengusaha dan warga biasa yang sama-sama menjadi korban lumpur.
"Kami merasa sedih sudah 16 tahun kami bersama pengusaha lain belum mendapatkan ganti rugi. Padahal sudah ada putusan dari MK. Seharusnya pemerintah harus hadir untuk menyelesaikan pembayaran ganti rugi. Saat ini yang diurusin hanya ganti rugi warga, seharusnya adil, dari pengusaha juga harus diperhatikan," terang Joni.
Joni menjelaskan, warga korban lumpur mendapatkan informasi bahwa dari hasil kajian Badan Geologi Kementerian ESDM menyebutkan bahwa, hasil semburan lumpur panas di Porong Sidoarjo. Memiliki kandungan logam tanah jarang atau rare earth.
Dalam kandungan tersebut ditemukan kandungan mineral yang masuk dalam katagori mineral kritis. Katagori mineral kritis terdiri dari litium dan stronsium yang bisanya digunakan sebagai bahan baku energi dalam pembuatan baterai.
"Kalau memang semburan lumpur betul-betul mengandung litium, yang jelas menambah devisa negara yang nilai milliaran. Tapi kenapa pihak pemerintah tidak ada niatan baik, membayar ganti rugi untuk warga korban dari pengusaha. Kita sama-sama menjadi korban lumpur," tandas Joni.(kur)