Masjid Baitussholihin yang terletak di Dusun Sawah, Desa Kedungcangkring, Kecamatan Jabon |
Sidoarjo (Lampukuning.com) - Masjid Baitussholihin yang terletak di Dusun Sawah, Desa Kedungcangkring, Kecamatan Jabon Sidoarjo, merupakan tempat ibadah di kawasan terdampak luapan lumpur Porong yang masih digunakan sembahyang.
Masjid tua yang sudah tiga kali dirombak ini terletak di sisi Selatan tanggul penahan lumpur desa setempat. Kalau kita melintas di jalur alternatif dari Desa Mindi Porong ke arah Timur menuju Kecamatan Jabon, kita pasti melewati masjid ini. Keberadaanya sangat mencolok. Bagaimana tidak, kanan kiri masjid ini hanya semak dan tanah kosong.
Sebelum lumpur panas menyembur pada Bulan Mei tahun 2016 silam, tempat ini merupakan kawasan padat penduduk. Namun mereka telah pindah setelah ganti rugi tuntas dan meninggalkan masjid ini ‘sendirian’.
Namun meskipun demikian, sampai saat ini, masjid Baitussholihin yang terletak di Utara Sungai Porong ini masih terawat dengan baik dan seringkali digunakan sembahyang warga yang kebetulan lewat.
Saat bulan Ramadhan, masjid ini juga masih mengelar salat Tarawih. “Mereka yang salat tarawih di sini ya kebanyakan bekas warga sekitar yang saat ini pindah tidak jauh dari sini. Rata-rata mengaku kangen dengan suasana kampung halaman mereka yang kini telah tengelam,” tutur takmir masjid Baitussholihin, Mudzakir, Jumat (4/2/2022).
Pada Idul Adha kemarin, masjid ini juga menyembelih hewan kurban. “Kami juga masih menggelar salat Idul Fitri. Yang datang mayoritas ya bekas warga sekitar. Selain bernostalgia, mereka juga bisa bersilaturahmi dengan mantan tetangga,” ucapnya.
Mudzakir yang merupakan keturunan dari pendiri pondok pesantren di lingkungan masjid Baitussholihin ini menerangkan, memang tidak menjual tanah dan bangunan peninggalan leluhurnya. “Warga juga tidak menghendaki itu. Maka itu kami menolak saat akan digunakan tanggul lumpur,” katanya.
Tentang sejarah masjid ini, Mudzakir tidak bisa mengatakan dengan pasti, kapan masjid Baitussholihin didirikan. “Kata ayah saya, disini dulu bekas pondok pesantren. Letaknya di Utara masjid ini. Sejak saya kecil, bagunanya ya seperti ini. Ayah bercerita, awalnya hanya musala bambu berukuran kecil yang ada di depan. Lalu berkembang menjadi pondok pesantren,” kenangnya.
Kesan tua masjid Baitussholihin terlihat dari tempat wudlu di samping masjid. Disitu terdapat kolam air berukuran 1,5 x 4 meter. Terdapat beberapa gayung untuk berwudlu.
Kesan tua yang lain adalah masih adanya jam matahari di samping kediaman Mudzakir. Dia lalu menjelaskan bagaimana cara mengetahui waktu dengan jam matahari ini. “Jam ini abadi. Waktu salat Dzuhur dan Asar bisa ditentukan lewat kemiringan bayangan cahaya dari besi di tengah ini,” jelasnya.
Bersembahyang di masjid yang dulu dekat rumah, bisa jadi obat pelepas rindu. Salah satunya adalah Mustohid (40), yang kini pindah di Kecamatan Bangil Pasuruan. “Bersama istri dan anak-anak, beberapa kali mampir ke sini. Pernah juga salat Tarawih disini,” ujar bapak dua putra yang rumahnya dulu di sebelah Timur kompleks masjid Baitussholihin. (Sat)